SEJARAH DESA CIOMAS
Sejarah
Berdirinya Desa Ciomas
Tahun 1808.
Pagi terasa masih dingin, kabut tebal menyelimuti hutan jati (jati tangah).
Burung ramai berkicau bersahutan dengan kokokan ayam hutan. Disebelah timur
langit semburat kuning keemasan berbaur dengan warna pekat sisa malam. Sang
Bagaskara belum nampak jelas hanya semburat kuning kilau cahaya, itupun samar
rimbunnya daun dari pepohonan yang ada di hutan jati dan bambu tersebut.
Tiba-tiba keheningan hutan tersentak oleh kehadiran seorang lelaki gagah
perkasa, dengan mengenakan pakaian serba hitam, kepala diikat oleh kulit macan,
sementara ditangan kanannya menggenggam sebuah tombak. Tatapannya tajam, bola
matanya melirik kesamping kanan dan kiri, seperti ada hal tengah dicari.
“Kemanakah larinya kijang buruanku?” gumamnya. Sementara kakinya melangkah
pelan dengan tanpa menimbulkan suara. Rupanya sang lelaki adalah seorang
pengembara yang tengah melakukan perburuan, Cuma barangkali di kehilangan
buruannya.
Hingga sekian waktu lamanya, lelaki tersebut tak juga mendapatkan buruannya,
walaupun dia berjalan telah jauh dan semakin masuk ke dalam hutan.
Sementara matahari di luar hutan telah semakin meninggi, cahaya matahari yang
masuk ke dalam hutan tidak begitu lepas karen terhalang oleh rimbunannya
pepohonan yang ada di hutan tersebut. Bahkan hingga menjelang sorepun Sang
lelaki tersebut tak satupun buruannya yang ia dapatkan.
“ Anehnya... kemanakah satwa hutan itu? Sudah begitu lama saya tak menemukan
binatang, walau hanya binatang kecil sekalipun.” Bisiknya. Hingga akhirnya
lelaki itu merasa kelelahan, selanjutnya ia duduk diatas sebapatng pohon yang
telah lapuk. Sambil menyandarkan badannya ke pohon besar dia maksud
beristirahat melepaskan lelah setelah seharian berburu tapi tak mendapatkan
hasil. Angin berhembus pelan mengusap badan si lelaki, hingga akhirnya tanpa
terasa lelaki itu tertidut pulas.
Setelah beberapa waktu lamanya si lelaki itu tersebut tertidur akhirnya
terbangun juga. Ketika terbangun kelihatan si lelaki tersebut merasa kaget,
kemudian dia menoleh kesana kemari tanpa berkata sedikitpun, melihat situasi
yang memang telah amat gelap di dalam hutan tersebut. Namun semakin kaget yang
dirasakan oleh si lelaki, ketika melihat ke arah timur utara ada cahaya kuning
keemasan yang sangat menyilaukan matanya.
“Oh.... cahaya apa itu?”
Denga perasaan heran dan penasaran si lelaki itu mencoba menghampiri sumber
cahaya tersebut. Tapi baru saja beberapa langkah dia berjalan mendadak terhenti
karena dengan secara tiba-tiba telah berdiri seorang lelaki dihadapannya. Yang
lebih kagetnya orang yang berdiri semuanya hampir mirip dengan dirinya.
“Siapakah ki sanak? Dan mengapa ada disini?” dengan perasaan kaget si lelaki
tersebut bertanya kepada lelaki yang ada di depannya.
“Jangan takut ki sanak. Saya ada disini memang disinilah tempat saya. Ini
adalah daerah kekuasaanku.” Jawabnya mantap, suaranya tenang menandakan orang
tersebut bersifat arif dan bijaksana.
“Oh... mohon maaf, barangkali kedatangan saya kesini telah mengganggu saudara.
Kalau tidak keberatan siapakah nama ki sanak?
“Namaku orang menyebutnya Buyut Singa Wadana? Orang yang mengaku Ki Buyut Singa
Wadana menjawab dengan tenang.
“Sementara saya adalah pengembara dari Ketumenggungan Luragung”.
Setelah saling mengenal, Ki Buyut Singa Wadana dan sang pengembara bercengkrama
sangat lama, hingga akhirnya si pengembara kembali keasal tujuan hendak
bertanya mengenai sinar keemasan yang masih terlihat jelas disebelah timur.
“Jadi ki sobat ingin tahu cahaya apa yang terlihat bersemburat disana? Itu
adalah cahaya kehidupan masa datang?”
“Maksud Ki Buyut? Si Pengembara terpana dan merasa
kaget denga perkataan Ki Buyut Singa Wadana.
“Yah... hanya orang yang bersih hatinya yang sanggup
bisa mencapai cahaya tersebut. Sebab kalau ki sanak ingin tahu, cahaya keemasan
itu mengisyaratkan kepada kita, jika saja suattu saat ada yang sanggup mengolah
daerah ini, maka kemakmuran dan kesejahteraan akan dirasakan oleh yang
menempati tempat ini. Cahay tersebut keluar dari sebuah sumur yang memang
airnya berwarna emas. Silahkan saja jika ki sanak akan mengunjunginya tapi
ingat, bahwa untuk sampai kesana tentunya tidak mudah, halangan dan tantangan
senantiasa akan menghadangnya”.
Karena niat dan kepenasarannya yang kuat, akhirnya
si pengembara memohon ijin untuk pergi menuju tempat yang diceritakan oleh Ki
Buyut Singa Wadana. Setelah mendapat ijin, sang pengembara berangkat menuju
semburat cahaya keemasan.
Betul saja, perjalanan sang pengembara tidak mulus,
baru saja melakukan perjalanan tiba-tiba ia dihadang oleh tiga ekor macan
besar, yang tiba-tiba menyerang, namun berkat kedigjayan ilmu sang pengembara
ketiga macan tersebut bisa dikalahkan.
Bukan saja hadangan itu datang dari tiga ekor macan,
bahkan ditambah dengan harus berhadapan dengan binatang-binatang buas lainya,
seperti ular, dan binatang berbisa lainnya, namun lagi-lagi dia mampu mengatasi
semua hadangan tersebut, hingga akhirnya disuatu tempat si pengembara dihadang
oleh seorang laki-laki yang sangat seram kelihatannya. Berbadan besar, muka dan
badan yang bertelanjang penuh dengan bulu, sementara dipinggangnya terlihat
gobang besar tergantung.
“Stop!, tidak bisa seenaknya saja setiap orang bisa
melewati tempat ini. Jika andika tetap memaksa maka langkahi dulu mayat Ki
Buyut Sisit Naga..!” begitu gertaknya orang yang mengaku nama Ki Buyut Sisit
Naga, dengan suara besar dan amat menakutkan.
“Maaf Ki Silah... saya hanya bermaksud hendak
melintas menuju sumber cahaya tersebut. Jadi tolong jangan halangi perjalanan
saya,” suaranya tenang.
“Tidak bisa, apalagi jika andika ingin mendatangi
sumber cahaya emas tersebut, sebagai penggantinya nyawa andika pun tidak
mungkin bisa!”, terdengar suaranya sombong.
Setelah beberapa lama mereka saling memaksa dan
mempertahankan tidak juga bisa, maka akhirnya terjadilah pertarungn yang sangat
sengit. Berbagai ilmu yang mereka miliki semuanya dikeluarkan, namun tak satu
pun ada tanda-tanda ada yang kalah dan menang. Hingga akhirnya.
“Sudah berhenti!” Ki Buyut Sisit Naga berteriak.
“Ternyata andika telah lulus dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua kejadian
yang andika hadapi hingga sekarang adalah merupakan ujian atas keteguhan niat
andika, apakah benar keinginan andika untuk mendatangi cahaya tersebut bukan
main-main. Ini adalah sebuah perjalanan untuk andika sebuah kesuksesan dari
niat kita tentunya harus melalui banyak perjuangan yang penuh rintangan. Begitu
pula suatu saat nanti jika penduduk disini ingin berhasil maka rahasianya
adalah berjuang dengan gigih, jangan putus semangat. Untuk itu silahkan andika
melanjutkan perjalanan saya jamin tidak akan ada rintangan”.
Setelah mendapat ijin, si pengembara melanjutkan
perjalanan menuju kearah sumber cahaya keemasan. Namun yang sangat mengherankan
bagi si pengembara ketika perjalanan semankin dekat ke semburat cahaya, justru
cahaya itu semakin hilang. Akhirnya sampai juga dia ketempat asal keluarnya
cahaya, yang justru cahaya itu sudah tidak ada lagi, yang ada hanya sebuah
sumur tua, dan ketika dilihat airnya benar-benar berwarna keemasan.
“Oh... tetela cahaya datangna tina cai nu warna emas
nu aya dijero sumur, kakara saumur dumelah aing nempo cai emas” (Oh...
ternyata cahay itu datangnya dari air yang berwarna emas yang ada didalam
sumur. Baru seumur hidupku, aku melihat air emas).
Kemudian si pengembara termenung sejenak. Ketika
termenung tiba-tiba entah darimana datangnya disamping pengembara telah berdiri
Ki Buyut Singa Wadana dan Ki Buyut Sisit Naga.
Pada saat itu keduanya berpesan kepada si pengembara
bahwa :
Hutan jati dan hutan bambu untuk segera dibuatkan
pemukiman dan harus pula ada yang memimpinnya, serta tidak lupa pula untuk
diberi nama sebagai ciri pemukiman tersebut. Karena pesan itu diberikan
disamping sumur yang airnya berwarna emas maka diputuskan nama pemukiman
tersebut diberi nama CIEMAS (CIOMAS).
Maka sejak saat itu hutan jati dan hutan bambu yang
didalamnya ada sumur berair warna emas, mulai dirombak, sedikit demi sedikit
berubah. Dari hutan lebat menjadi daerah yang mulai dihuni oleh sekelompok
masyarakat. Dan menurut cerita mulai pembuatan tempat tersebut tahun 1893
sampai sekarang langgeng bernama CIOMAS Wallahualam.
Komentar
Posting Komentar